Yaman bisa dikatakan sebagai ironi dari dunia Arab. Penyebabnya adalah di saat negara-negara tetangganya bisa hidup makmur karena limpahan kekayaan minyak, Yaman justru menjadi salah satu negara paling miskin di kawasan Arab & bahkan dunia. Kemiskinan tersebut tidak lepas dari maraknya kegiatan korupsi & minimnya cadangan minyak yang ada di wilayah negara tersebut. Seolah itu belum cukup, Yaman juga merupakan salah satu negara Arab yang paling dipenuhi konflik hingga sekarang. Salah satu kelompok yang aktif dalam konflik di Yaman tersebut adalah Al-Houthi, topik pembahasan dalam artikel kali ini.
Al-Houthi (Al-Huthiyun kalau merujuk pada penulisan versi Arabnya) atau Houthis adalah kelompok bersenjata yang bermarkas di provinsi Sa'dah, Yaman utara. Kelompok ini sudah berdiri sejak tahun 1994, namun baru aktif melakukan pemberontakan melawan pemerintah Yaman sejak tahun 2004. Nama "Houthi" pada kelompok ini berasal dari nama pemimpinnya yang tewas di tahun 2004, Hussein Badreddin Al-Houthi. Selain dengan nama Al-Houthi, kelompok ini juga dikenal dengan nama "Ash-Shabab Al-Mukminin" (Para Pemuda Beriman). Hingga tahun 2011, Al-Houthi diperkirakan memiliki anggota mencapai 100.000 orang yang sebagian besarnya berasal dari provinsi Sa'dah.
Foto Syi'ah Al-Houthi, |
Pemerintah Yaman menuduh kelompok Al-Houthi berencana menggulingkan rezim Yaman yang ada sekarang & menggantinya dengan pemerintahan berbasis Islam Syiah seperti yang ada di Iran. Kebetulan, mayoritas anggota dari Al-Houthi memang merupakan penganut Islam Zaidi, salah satu cabang dalam sekte Islam Syiah. Namun, kubu Al-Houthi balik membela diri dengan menyatakan bahwa mereka memberontak semata-mata untuk memperjuangkan kepentingan rakyat di Sa'dah yang selama ini didiskriminasi & dikucilkan oleh pemerintah pusat Yaman. Selain bermusuhan dengan pemerintah Yaman, Al-Houthi juga bermusuhan dengan Arab Saudi & kelompok ekstrimis internasional Al-Qaeda.
Pembentukan dan Latar Belakang :
Sejak tahun 1918 yang juga merupakan akhir dari riwayat Kekaisaran Ottoman di Turki, Yaman Utara (atau kalau secara geografis lebih tepat disebut sebagai "Yaman barat") dikuasai oleh Kerajaan Mutakkawil Yaman yang kekuasaannya didominasi oleh golongan Hashemit Zaidi. Namun memasuki tahun 1962, timbul kudeta militer di Yaman Utara yang mengakhiri era kerajaan & mengawali era Republik Arab Yaman yang berhaluan sekuler. Pihak kerajaan sempat berusaha melakukan perlawan balik untuk menggagalkan kudeta & Yaman Utara pun sempat terseret ke dalam perang sipil hingga beberapa tahun berikutnya, namun perang akhirnya berhenti di tahun 1970 dengan kekalahan pihak kerajaan.
Selama era Republik Arab Yaman, kubu Hashemit kerap mendapatkan tekanan & perlakuan diskriminatif dari pemerintah pusat Yaman. Sebagai contoh, wilayah Sa'dah di utara yang merupakan salah satu basis utama kubu Hashemit terkesan dikucilkan karena minimnya kegiatan pembangunan & pengembangan infrastruktur di sana. Kegiatan diskriminasi itu sendiri disebut-sebut bisa timbul karena saat perang sipil di Yaman Utara masih berlangsung, kubu Hashemit adalah salah satu kelompok yang getol menentang pembentukan Republik Arab Yaman. Rezim republik yang didominasi oleh Sunni juga khawatir bila kelompok Hashemit dibiarkan berkembang secara leluasa, maka mereka bisa mengumpulkan kekuatan & kembali melakukan pemberontakan suatu hari nanti.
Ketakutan bahwa kelompok Hashemit akan kembali melakukan pemberontakan di Yaman utara nyatanya tidak terwujud hingga Yaman Utara menyatu dengan Yaman Selatan pada tahun 1990. 4 tahun kemudian, terjadi perang antara pemerintah Yaman (utara) dengan kubu anti-penyatuan di Yaman selatan, di mana golongan Wahabi setempat memihak pada pemerintah Yaman. Pasca penyatuan, pemerintah Yaman mengalami peningkatan hubungan dengan Arab Saudi, negara kerajaan yang berbatasan langsung dengan Yaman di sebelah utara & pucuk pemerintahannya dipegang oleh kaum Wahabi. Arab Saudi khawatir jika kelompok Syiah Zaidi yang ada di Yaman dibiarkan tumbuh terlampau kuat, maka kaum Syiah yang ada di Arab Saudi kelak juga akan ikut memberontak.
Sejumlah orang dari kubu Hasehmit merasa khawatir bahwa kelak kaum Wahabi bisa mendominasi Yaman sehingga buntutnya, mereka pun membentuk kelompok "Ash-Shabab Al-Mukminin" (Para Pemuda Beriman) untuk mengimbangi dominasi kaum Wahabi di pemerintahan pusat Yaman. Memasuki tahun 2001 yang juga merupakan tahun terjadinya peristiwa runtuhnya menara kembar World Trade Center (WTC) di AS, pemerintah Yaman pun mulai mendekatkan dirinya dengan pemerintah AS dengan dalih ikut serta dalam kampanye "Perang Melawan teror" (War on Terror). Sejak periode inilah, kelompok Ash-Shabab semakin sering menyuarakan kritik kepada pemerintah Yaman & melakukan aksi-aksi demonstrasi anti-Amerika serta anti-Israel.
Seiring berjalannya waktu, aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Ash-Shabab berhasil memikat massa dalam jumlah besar & mulai merambah ke ibukota Yaman. Melihat fenomena tersebut, pemerintah Yaman yang selama ini cenderung pasif pun akhirnya memutuskan mulai mengambil langkah tegas. Sejak bulan Juni 2004, pasukan Yaman dikerahkan untuk menumpas para anggota Ash-Shabab di utara & beberapa kali terlibat kontak senjata yang menimbulkan ratusan korban jiwa. Salah satu peristiwa terpenting selama periode kontak senjata tersebut adalah ketika militer Yaman berhasil menewaskan Hussein Badreddin Al-Houthi pada bulan September 2004.
Tewasnya Al-Houthi sempat meredam aktivitas perlawanan dari Ash-Shabab untuk sementara waktu. Namun nyatanya, Ash-Shabab tidak benar-benar tamat karena waktu menunjukkan bahwa kematian Al-Houthi hanya menjadi penanda dari fase baru konflik bersenjata di pelosok utara Yaman. Tak lama usai kematian Al-Houthi, Abdul-Malik Badreddin al-Houthi yang masih memiliki hubungan darah dengan Hussein Al-Houthi naik menjadi pemimpin baru Ash-Shabab. Kelompok tersebut lalu mengadopsi nama Al-Houthi & mulai meningkatkan intensitas perlawanan bersenjatanya di Yaman utara sejak tahun 2005.
Militan Al-Houthi |
Kegiatan AL-HOUTHI
Walaupun sudah "lahir kembali" sejak tahun 2004 dengan nama barunya tersebut, Al-Houthi baru mulai terlibat kontak senjata dengan intensitas tinggi pada bulan Maret 2005. Pada periode tersebut, sekitar 1.500 orang juga dilaporkan tewas akibat konflik antara pasukan Al-Houthi melawan pasukan pemerintah Yaman. Memasuki bulan Mei, para anggota Al-Houthi sempat menawarkan diri untuk menyerah sambil mengajukan sejumlah persyaratan. Namun ketika persyaratan yang mereka tawarkan ditolak oleh pemerintah Yaman, konflik pun kembali berlanjut.
Menyusul semakin berlarut-larutnya konflik di Yaman utara, pemerintah Yaman pun mulai bekerja sama dengan kelompok-kelompok suku pro-pemerintah semisal kelompok suku Hamdan. Maka sejak akhir tahun 2005, kelompok-kelompok suku yang dipersenjatai oleh pemerintah Yaman itupun mulai terlibat kontak senjata dengan para anggota Al-Houthi. Walaupun di satu sisi keberadaan kelompok-kelompok suku tersebut membantu pemerintah Yaman untuk memerangi Al-Houthi, di sisi lain keterlibatan mereka juga dikritik karena gerak-gerik mereka lebih sulit diawasi ketimbang pasukan pemerintah & keterlibatan mereka berpotensi memperkeruh kondisi keamanan setempat lebih jauh.
Intensitas konflik sempat menurun ketika memasuki tahun 2006 yang ditandai dengan menurunnya jumlah korban tewas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun memasuki tahun 2007, situasi kembali memanas setelah pada tanggal 28 Januari di tahun tersebut, para anggota Al-Houthi melakukan serangan secara serempak ke sejumlah fasilitas milik pemerintah. Akibat serangan tersebut, sekitar 6 tentara Yaman dilaporkan tewas & puluhan lainnya luka-luka. Hanya 3 hari berselang, para anggota Al-Houthi kembali melakukan serangan yang menewaskan puluhan tentara.
Perjanjian Damai yang Berumur Pendek :
Merespon semakin berbahayanya serangan-serangan dari Al-Houthi, di bulan Februari pemerintah Yaman pun mengirimkan 30.000 tentaranya untuk melakukan serangan besar-besaran ke basis-basis pertahanan Al-Houthi di Yaman utara. Hingga akhir bulan Februari 2007, tercatat ada 200 orang tentara Yaman & 260 orang anggota Al-Houthi yang tewas dalam pertempuran. Konflik antara kedua belah pihak terus berlanjut sebelum pada bulan Juni 2007, perwakilan kedua belah pihak yang difasilitasi oleh Qatar sepakat untuk melakukan perundingan damai. Dalam perundingan tersebut, kelompok Al-Houthi setuju untuk berhenti mengangkat senjata, sementara pemerintah Yaman sepakat untuk membebaskan para tahanan perang & membantu proses perbaikan di wilayah konflik.
Pasca tercapainya kesepakatan damai di bulan Juni 2007, Yaman sempat memasuki periode damai untuk sementara waktu. Namun sayangnya, periode damai tersebut harus berakhir setelah pada bulan April 2008, sejumlah anggota Al-Houthi melakukan serangan yang menewaskan 7 anggota tentara. Menyusul pecahnya kembali konflik, pada bulan Juli 2008 pemerintah Yaman membentuk "angkatan perang populer" yang beranggotakan 27.000 milisi dari kelompok-kelompok suku setempat. Sejumlah tuan tanah di kawasan Sa'dah juga ikut bergabung ke dalam angkatan perang tersebut karena akibat konflik bersenjata yang meletus di Sa'dah, lahan-lahan pertanian yang menjadi sumber penghasilan mereka banyak yang rusak.
Konflik dengan Arab Saudi & Timbulnya Revolusi
Memasuki bulan Agustus 2009, pasukan Yaman melancarkan operasi militer besar-besaran dengan kode sandi "Operasi Bumi Hangus" (Operation Scorched Earth). Dalam operasi militer tersebut, selain mengerahkan ribuan tentara, pihak Yaman juga mengerahkan tank & pesawat tempur. Ketika Al-Houthi mulai terdesak oleh operasi militer tersebut, mereka pun mulai menyelinap ke wilayah Arab Saudi. Pihak Arab Saudi lantas meresponnya dengan mengirimkan pasukannya untuk memerangi Al-Houthi & memberikan izin bagi pasukan Yaman untuk beroperasi di wilayah Arab Saudi. Kendati demikian, kerja sama antara pasukan Arab Saudi & Yaman masih belum berhasil menamatkan riwayat Al-Houthi.
Di bulan Desember 2009, juru bicara Al-Houthi mengklaim bahwa pasukan AS ikut terlibat dalam konflik setelah sejak bulan tersebut, pesawat tempur AS beberapa kali melakukan serangan udara ke sejumlah desa di Yaman utara. Pihak AS mengakui bahwa pesawat tempur mereka memang melakukan serangan-serangan udara di Yaman, namun AS mengklaim bahwa serangan tersebut tidak ditujukan untuk Al-Houthi, melainkan kepada para anggota Al-Qaeda. Dan kembali ke soal Yaman, memasuki tahun 2010 konflik antara pasukan Yaman & Al-Houthi juga masih belum menunjukkan tanda-tanda akan usai. Sejak bulan Juli 2010, pemerintah Yaman bahkan merekrut & mempersenjatai para penduduk desa di sekitar provinsi Sa'dah untuk membantu memerangi Al-Houthi.
Memasuki tahun 2011 menyusul timbulnya aksi-aksi demonstrasi di sejumlah negara Arab yang dikenal sebagai "musim semi Arab" (Arab Spring), puluhan ribu penduduk Yaman juga ikut melakukan demonstrasi menuntut reformasi pemerintahan yang selama ini dianggap korup & otoriter. Namun ketika pemerintah Yaman menolak melakukan reformasi badan pemerintahan, konflik bersenjata pun pecah antara tentara & kelompok suku pro-pemerintah melawan kelompok-kelompok pemberontak anti-pemerintah, termasuk Al-Houthi. Dengan memanfaatkan kemelut yang melanda seantero Yaman & terpecahnya fokus pemerintah Yaman, memasuki bulan Maret 2011 Al-Houthi pun berhasil memperluas wilayah kekuasaannya ke sejumlah provinsi di Yaman utara.
PERKEMBANGAN TERAKHIR
Di awal tahun 2012, pasukan Yaman & kelompok-kelompok bersenjata simpatisannya masih terlibat konflik dengan Al-Houthi. Selain dengan Al-Houthi, mereka juga masih berkonflik dengan kelompok cabang Al-Qaeda (AQAP), kelompok separatis Gerakan Yaman Selatan, & kelompok-kelompok oposisi yang menginginkan reformasi pemerintahan. Memasuki bulan Februari 2012, reformasi pemerintahan yang diinginkan akhirnya mulai terwujud setelah presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang sudah berkuasa sejak tahun 1990 setuju untuk mengundurkan diri di bulan yang sama. Mundurnya Saleh lantas dimanfaatkan oleh Al-Houthi untuk memperkuat kekuasaannya atas Provinsi Sa'dah.
Hingga bulan Maret 2012, Al-Houthi masih menjadi penguasa tidak resmi atas Provinsi Sa'dah & sekitarnya. Fasilitas-fasilitas pemerintahan & pos-pos militer setempat kini dikendalikan oleh para anggota Al-Houthi. Pemerintah pusat Yaman pasca era Saleh juga masih belum mengambil tindakan apapun terhadap Al-Houthi. Kendati demikian, para anggota Al-Houthi tidak lantas bisa langsung beristirahat dengan tenang karena mereka masih harus terlibat kontak senjata dengan kelompok-kelompok bersenjata lainnya karena berebut kontrol atas sejumlah wilayah di Yaman utara. Kalau sudah begini, kita hanya bisa berharap agar Al-Houthi & kelompok-kelompok bersenjata lainnya bisa segera menemukan solusi damai supaya konflik lekas berakhir. Namun untuk menggapai tujuan tersebut, jelas diperlukan proses yang tidak mudah & rasa saling percaya antara masing-masing pihak.
© Rep. Eusosialis Tawon
BIODATA
Nama resmi : Al-Huthiyun
Tahun aktif : 1994 - sekarang
Area operasi : Yaman
Ideologi : Islam Syiah
REFERENSI
Al Jazeera English - Profile : Yemen's Houthi fighters
Arab News - Yemeni regime loses grip on four provinces
History of Nations - History of Yemen
IRIN - Yemen : The conflict in Saada Governorate – analysis
Real Instituo Elcano - The Challenges of Dealing with Yemen's Deep Crises
The Critical Threat - Profile : al-Houthi Movement
Wikipedia - 2011-2012 Yemeni revolution
Wikipedia - Houthis
Wikipedia - Shi'ite Insurgency in Yemen
0 Tanggapi Ini "Pemicu Terjadinya Perang Di Yaman"
Posting Komentar
PERHATIAN :
1. Silahkan menggunakan "Anonymous" untuk anda yang tidak memiliki akun.
2. Untuk Pertanyaan Umum, Surat Pembaca dan Konsultasi Agama. Kirim melalui inbox FP Kami.
3. Berkomentarlah dengan sopan dan elegan.
*Kami Tunggu Tanggapan dan Komentar Anda :